Belajar menerima

Karunia Ramadhan
3 min readSep 20, 2023

Dulu saat aku duduk di bangku SMP cita-citaku adalah menjadi seorang guru. Hanya karna aku melihat guruku mengenakan pakaian rapi dan menjalani rutinitas sehari-hari. Kemudian saat SMA cita-citaku berubah ingin menjadi seorang psikolog. Kali ini aku merasa cukup yakin dengan pilihanku. Pasalnya aku sangat senang mendengarkan teman-temanku bercerita. Ketika aku mendengarkan dan mereka menanyakan pendapatku, ada perasaan puas yang kudapat. Sayangnya saat itu kondisi ekonomi keluargaku tidak memungkinkan untuk mengambil jurusan psikologi.

Singkat cerita, aku sudah memasuki masa-masa sibuk kelas 3 SMA. Seluruh temanku pun sibuk melakukan persiapan untuk ujian masuk perguruan tinggi atau bahkan sekolah kedinasan. Saat itu pikiranku benar-benar kalut. Bingung harus memilih apa. Sedangkan saat itu pilihanku sangat terbatas. Sedih rasanya saat kita memiliki impian tetapi di satu sisi kita dituntut untuk bersikap realistis dengan keadaan. Bukan berarti aku menyerah dengan mimpi yang kupunya. Hanya saja banyak hal yang harus kupertimbangkan dan tidak semua orang bisa mengerti akan hal itu.

Berita baiknya adalah sekolahku kedatangan alumni sekolah kedinasan STAN. Mereka akan mengadakan seminar. Tanpa berpikir dua kali. Langsung kudaftarkan diri dan ikuti acara tersebut. Hati kecilku kembali bergejolak dengan membawa secercah harapan. Mendengarkan cerita para alumni membuatku tersenyum lebar. Membayangkan aku ada di posisi tersebut. Menjadi mahasiswi STAN tanpa harus membayar biaya kuliah karna sudah ditanggung oleh pemerintah. Setelah selesai pendidikan pun sudah terjamin pekerjaan dan kehidupanku. Sayang itu semua hanyalah angan-angan anak kelas 3 SMA. Aku tidak memikirkan biaya hidup dan sebagainya ketika harus berpisah jauh dari orang tua.

Tahun terakhir SMA, aku batalkan niatku untuk ikut tes PKN STAN. Beberapa teman kelasku mengikuti tes tersebut. Banyak di antara mereka yang berkata sulit. Saat itu aku pun sudah diterima di salah satu perguruan tinggi di daerahku dengan jalur nilai rapor. Kujalani masa perkuliahan sebagaimana mestinya. Tapi hati dan pikiranku dipenuhi oleh kehidupan perkuliahan di STAN. Kubulatkan tekad untuk mengikuti tesnya tahun depan karna masih cukup usia. Aku belajar dengan mengunduh buku dari internet dan untungnya aku mendapatkan buku soal-soal masuk PKN STAN sebagai hadiah karna mendapatkan peringkat pertama saat Try Out yang di adakan oleh salah satu bimbel persiapan masuk STAN. Bermodal keyakinan dan doa orang tua, aku belajar siang dan malam karna paginya aku harus kuliah.

Tibalah waktu tes. Aku memilih lokasi tes di Medan karna lebih dekat dan juga ada saudaraku di daerah sana. Saat di mobil dalam perjalanan menuju lokasi ayahku menelpon, ayahku bilang jangan lupa baca doa dan shalawat kak. Hatiku sedih rasanya saat itu hingga membuat mataku berkaca-kaca. Bagaimana jika aku gagal. Bagaimana jika aku mengecewakan orang tuaku. Berusaha untuk tetap tenang dan fokus, akhirnya tes selama 2,5 jam terlewati. Sayangnya nilaiku tidak lewat ambang batas. Putus sudah harapan untuk menjadi mahasiswi PKN STAN. Kakakku menjemputku di depan gerbang. Sedangkan saudaraku menunggu di mobil. Rasanya campur aduk. Sulit ku jelaskan. Aku berusaha untuk menahan tangis.

Saat dalam perjalanan pulang kakak dan saudaraku berusaha menghibur dan menguatkanku. Aku pun berusaha untuk memikirkan hal-hal lain yang dapat membuat suasana hatiku tidak sedih. Malamnya aku mendapat panggilan telefon dari mamakku. Mamakku bilang tidak apa-apa yang penting sudah di coba. Tetap semangat. Masih banyak kesempatan lainnya. Malamnya saat kakakku sudah tertidur. Tanpa sadar air mataku menetes mengingat hasil tesku. Hilang sudah harapan untuk bisa membanggakan dan membahagiakan orang tuaku. Mungkin usahaku juga kurang maksimal. Sejak saat itu aku belajar untuk menerima. Walau sulit dan berat. Beberapa kali masih teringat. Kuyakinkan hatiku bahwa Tuhan sudah merencanakan peristiwa yang lebih indah di depan sana yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.

Meskipun demikian aku berterima kasih kepada diriku di masa itu karna sudah berani mencoba. Menerima dan merasakan kegagalan, kemudian mencoba untuk bangkit kembali. Setidaknya pengalaman ini akan selalu kuingat dan memiliki tempat yang istimewa di memoriku. Setidaknya kegagalan ini mengajarkanku bahwa jalan menuju kesuksesan tidak hanya dengan satu cara. Setidaknya pengalaman tersebut memberikanku kesempatan untuk mencoba berbagai hal baru dalam hidup. Mengajarkanku hal apa yang sebenarnya ingin ku capai dalam hidup.

--

--